Semburat warna mentari menyapa pagi dengan ramah, lembut menelusup
celah-celah nyiur hijau yang berderet sepanjang tepian pantai. Pagi ini
penduduk sekitar Pantai Halogenia nampak lebih sibuk dari biasanya. Sekumpulan
anak-anak nelayan berlari-lari dengan riang, satu sama lain saling berkejaran
menuju deburan ombak, menciduk airnya kedalam ember dan cepat-cepat membasahi
gundukan pasir kering yang terletak agak jauh di pesisir pantai. Sebagian
temannya yang lain tengah sibuk membentuk padatan pasir basah dengan
cetakan-cetakan sederhana yang unik, membangun istana impian mereka.
Sementara itu tak jauh dari pantai, di sebuah gubuk sederhana, Nenek
Halida terlihat sangat bersemangat memasukkan Kristal-kristal garam hasil panen
siang kemarin kedalam bungkus-bungkus plastik kecil. Sesekali ia meneriaki
cucu-cucunya Fluor, Clor, Brom dan Iod yang tengah bermain air laut untuk berhati-hati.
Pantai Halogenia yang eksotis semakin ramai dengan kunjungan para
wisatawan yang hendak berlibur menikmati panorama indah yang menarik hati …
Pantai Halogenia? Memang ada ya? Dimana, dimana?
Hehe, teman-teman cari di peta mana pun, InsyaAllah saya
yakin tidak akan menemukannya :D
Prolog diatas adalah sekilas cuplikan sebuah naskah, dan Pantai
Halogenia adalah hasil imajinasi kami semasa belajar di kelas 3 SMA.
***
Berawal dari keresahan seorang guru kimia
ketika mendapati nilai ulangan kimia kami tidak juga menunjukkan kemajuan yang
signifikan, padahal kimia termasuk salah satu mata pelajaran yang diikutsertakan
dalam Ujian Nasional. Saat itu guru kimia kami sempat menanyakan dan
mengevaluasi bersama mengapa hal itu bisa terjadi, dan salah satu penyebabnya
adalah kebanyakan dari kami merasa jenuh dengan metode belajar klasik yang kami
dapati di hampir semua mata pelajaran. Hingga muncullah ide cemerlang dari
beliau yang membuat kami bingung cukup lama (hehe, aslinya sih saya yang
bingung :D)
Waktu itu guru kami langsung membagi
siswa-siswi yang ada di kelas menjadi beberapa kelompok dan memberi nama
kelompok sesuai dengan judul BAB yang harus depelajari. Pikir kami, paling juga
kami disuruh buat power point lagi, lalu mempresentasikannya di depan kelas.
Tapi ternyata semua prasangka kami salaah besar.
Tak lama dari itu Pak Hadyan (guru
kimia) menjelaskan tugas yang harus kami kerjakan yaitu menyajikan materi kimia
dengan bermain drama. Sontak kami kaget, kelas tiba-tiba ramai..bagaimana bisa?
Ini pelajaran kimia atau kesenian? Kemudian Pak Hadyan segera menenangkan kami
dengan menyampaikan beberapa poin yang dapat kami lakukan untuk memulai proses
pengerjaan tugas. Prinsipnya sebenarnya sama saja dengan presentasi, sebelum
menyajikan kami harus mendalami materi terlebih dahulu, hanya perbedaannya sajian
dibuat lebih kreatif melalui drama dan power point yang biasa dibuat berubah
menjadi bentuk naskah.
Sebelum menyusun naskah, anggota
kelompok yang pintar di pelajaran kimia mau tidak mau harus memahami lebih dulu
sebelum membagi ilmu yang ia fahami kepada anggota kelompok lain, kemudian kami
berdiskusi untuk menyamakan persepsi agar tidak salah menyampaikan materi dalam
drama.
Setelah materi kami fahami, waktunya
para penyusun naskah ambil bagian. Bermunculanlah ide kreatif dari semua
anggota kelompok tentang drama yang akan dimainkan, mulai dari setting tempat,
alur cerita, penokohan, sampai ide2 jenaka sebagai bumbu dalam drama. Kebetulan
saat itu kelompok saya kebagian BAB tentang HALOGEN. Karena halogen adalah unsure
pembentuk garam dan biasanya pembentukan garam identik terjadi di laut,
akhirnya tercetuslah PANTAI HALOGENIA menjadi latar tempat dalam drama kami.
Awalnya cukup kesulitan juga ketika
materi kimia yang biasa disampaikan dalam bahasa formal harus diolah kedalam
bahasa naskah yang harus mudah difahami
oleh penonton. Tapi alhamdulillaah, mungkin karena baru kali itu kami merasakan
belajar kimia dengan enjoy, tanpa dipusingkan dengan rumus2 yang njelimet, lalu
mengalirlah inspirasi-inspirasi kami.
Untuk memudahkan dalam
menyampaikan materi, kami membuat tokoh2 dalam drama berperan langsung sebagai unsure-unsure
halogen dan unsure lain sebagai pereaksi. Agar kesannya tidak menggurui, kami
menyampaikan sifat masing-masing unsure dengan candaan anak-anak nelayan yang
sedang bermain di pantai. Salah satu contoh ketika menerangkan kereaktifan
unsure2 halogen, kami mengemasnya menjadi bentuk permainan oray-orayan (saya kurang
tau bahasa Indonesianya oray-orayan apa, ular-ularan gitu ya? -__-“) dimana
setiap anak-anak yang memerankan tokoh Fluor
(Fluorin), Clor (Clorin), Brom (Bromin), Iod (Iodin), dan Asti (Astatin) disusun
berurutan sesuai dengan kereaktifan paling tinggi berdiri di depan, menyusul unsure-unsure
dengan kereaktifan lebih rendah di belakangnya.
Uniknya, teman-teman yang mengaku
kurang ngeuh dengan pelajaran kimia justru
terlihat sangat menikmati perannya. Karena, saat itu proses belajar tidak
semata terpaku pada kemampuan kognitif yang terkesan menganaktirikan
teman-teman yang memiliki potensi dan kecerdasan di aspek lain. Ada teman saya
yang sangat suka menari, dan ia pun mampu memaksimalkan potensi yang dimilikinya
dengan memunculkan ide tarian anak-anak sebelum bermain pasir (bahkan lagu
pengiringnya pun masih terekam jelas dalam ingatan saya, lagu milik penyanyi
cilik Eno Lerian DuDiDuDiDam). Ada juga yang kecerdasannya muncul di musical,
sibuk memilih musik-musik yang tepat untuk meramaikan drama.
Walaupun begitu kami tetap
memahami esensi dari materi kimia yang harus kami sajikan, karena kami sadari selain
memahamkan diri sendiri kami juga harus memahamkan isi materi kelompok kami
kepada siswa lain. Satu hal yang menyenangkan bahwa kami dapat memahami dan menyampaikan materi yang
terbilang sulit dengan gaya belajar kami sendiri, sesuai kecerdasan yang
dimiliki masing-masing. Cukup adil bukan?
***
Selama proses mendalami materi,
penyusunan naskah, hingga pagelaran drama itulah yang selalu saya ingat sampai
sekarang. Bagi saya drama kimia ini merupakan metode belajar yang paling
mengesankan selama belajar di bangku sekolah. Pak Hadyan telah berhasil
menstimulus kami untuk mempelajari kimia dengan kemasan yang terbilang aneh
saat itu, hingga saya melihat teman-teman saya sangat maksimal memunculkan
masing-masing potensi yang dimilikinya. Kami bisa dengan bebas mengeksplorasi
kemampuan dan mengembangkan sayap-sayap imajinasi kami untuk dituangkan dalam
drama kimia.
Sederhananya saya menyimpulkan
bahwa seperti inilah salah satu potret penerapan strategy belajar dengan
pendekatan Multiple Intelligence yang tengah marak dibahas di kalangan para
pendidik. Dimana guru mampu membangunkan dan menarik keluar semua potensi yang terpendam
dalam diri siswa didik dengan tidak memandang sebelah mata kecerdasan siswa
lain yang mungkin dalam ukuran penilaia kognitifnya kurang, sehingga siswa
merasa dapat memberikan manfaat dan kontribusi dalam setiap pembelajaran yang
dilakukan.
Jujur saya masih sangaaattt
sedikit pengalamannya di dunia pendidikan, masih harus banyak belajar. Hanya
ingin berbagi pengalaman dan semoga apa yang telah didapat dari guru saya ini bisa
menjadi inspirasi bagi guru-guru lainnya untuk lebih melejitkan kreativitasnya
dalam mendidik siswa.
Terakhir saya ucapkan banyak
terimakasih kepada guru-guru kehidupan yang telah sabar mendidik saya hingga
saat ini. Semoga Alloh karuniakan balasan atas setiap ilmu yang diberikan
dengan limpahan nikmat yang jauh lebih sempurna disisiNYA. Aamiin Yaa Rabb
Syarifatun Nisa NH
Penghujung Pagi, 150812
Tidak ada komentar:
Posting Komentar