Selasa, 14 Agustus 2012

PANTAI HALOGENIA (Sekilas tentang Pendekatan Multiple Intelligence Semasa SMA)



Semburat warna mentari menyapa pagi dengan ramah, lembut menelusup celah-celah nyiur hijau yang berderet sepanjang tepian pantai. Pagi ini penduduk sekitar Pantai Halogenia nampak lebih sibuk dari biasanya. Sekumpulan anak-anak nelayan berlari-lari dengan riang, satu sama lain saling berkejaran menuju deburan ombak, menciduk airnya kedalam ember dan cepat-cepat membasahi gundukan pasir kering yang terletak agak jauh di pesisir pantai. Sebagian temannya yang lain tengah sibuk membentuk padatan pasir basah dengan cetakan-cetakan sederhana yang unik, membangun istana impian mereka.

Sementara itu tak jauh dari pantai, di sebuah gubuk sederhana, Nenek Halida terlihat sangat bersemangat memasukkan Kristal-kristal garam hasil panen siang kemarin kedalam bungkus-bungkus plastik kecil. Sesekali ia meneriaki cucu-cucunya Fluor, Clor, Brom dan Iod yang tengah bermain air laut untuk berhati-hati.

Pantai Halogenia yang eksotis semakin ramai dengan kunjungan para wisatawan yang hendak berlibur menikmati panorama indah yang menarik hati …


Pantai Halogenia? Memang ada ya? Dimana, dimana?

Hehe, teman-teman cari di peta mana pun, InsyaAllah saya yakin tidak akan menemukannya :D

Prolog diatas adalah sekilas cuplikan sebuah naskah, dan Pantai Halogenia adalah hasil imajinasi kami semasa belajar di kelas 3 SMA.

***

Berawal dari keresahan seorang guru kimia ketika mendapati nilai ulangan kimia kami  tidak juga menunjukkan kemajuan yang signifikan, padahal kimia termasuk salah satu mata pelajaran yang diikutsertakan dalam Ujian Nasional. Saat itu guru kimia kami sempat menanyakan dan mengevaluasi bersama mengapa hal itu bisa terjadi, dan salah satu penyebabnya adalah kebanyakan dari kami merasa jenuh dengan metode belajar klasik yang kami dapati di hampir semua mata pelajaran. Hingga muncullah ide cemerlang dari beliau yang membuat kami bingung cukup lama (hehe, aslinya sih saya yang bingung :D)

Waktu itu guru kami langsung membagi siswa-siswi yang ada di kelas menjadi beberapa kelompok dan memberi nama kelompok sesuai dengan judul BAB yang harus depelajari. Pikir kami, paling juga kami disuruh buat power point lagi, lalu mempresentasikannya di depan kelas. Tapi ternyata semua prasangka kami salaah besar.

Tak lama dari itu Pak Hadyan (guru kimia) menjelaskan tugas yang harus kami kerjakan yaitu menyajikan materi kimia dengan bermain drama. Sontak kami kaget, kelas tiba-tiba ramai..bagaimana bisa? Ini pelajaran kimia atau kesenian? Kemudian Pak Hadyan segera menenangkan kami dengan menyampaikan beberapa poin yang dapat kami lakukan untuk memulai proses pengerjaan tugas. Prinsipnya sebenarnya sama saja dengan presentasi, sebelum menyajikan kami harus mendalami materi terlebih dahulu, hanya perbedaannya sajian dibuat lebih kreatif melalui drama dan power point yang biasa dibuat berubah menjadi bentuk naskah.

Sebelum menyusun naskah, anggota kelompok yang pintar di pelajaran kimia mau tidak mau harus memahami lebih dulu sebelum membagi ilmu yang ia fahami kepada anggota kelompok lain, kemudian kami berdiskusi untuk menyamakan persepsi agar tidak salah menyampaikan materi dalam drama.

Setelah materi kami fahami, waktunya para penyusun naskah ambil bagian. Bermunculanlah ide kreatif dari semua anggota kelompok tentang drama yang akan dimainkan, mulai dari setting tempat, alur cerita, penokohan, sampai ide2 jenaka sebagai bumbu dalam drama. Kebetulan saat itu kelompok saya kebagian BAB tentang HALOGEN. Karena halogen adalah unsure pembentuk garam dan biasanya pembentukan garam identik terjadi di laut, akhirnya tercetuslah PANTAI HALOGENIA menjadi latar tempat dalam drama kami.

Awalnya cukup kesulitan juga ketika materi kimia yang biasa disampaikan dalam bahasa formal harus diolah kedalam bahasa naskah yang  harus mudah difahami oleh penonton. Tapi alhamdulillaah, mungkin karena baru kali itu kami merasakan belajar kimia dengan enjoy, tanpa dipusingkan dengan rumus2 yang njelimet, lalu mengalirlah inspirasi-inspirasi kami.

Untuk memudahkan dalam menyampaikan materi, kami membuat tokoh2 dalam drama berperan langsung sebagai unsure-unsure halogen dan unsure lain sebagai pereaksi. Agar kesannya tidak menggurui, kami menyampaikan sifat masing-masing unsure dengan candaan anak-anak nelayan yang sedang bermain di pantai. Salah satu contoh ketika menerangkan kereaktifan unsure2 halogen, kami mengemasnya menjadi bentuk permainan oray-orayan (saya kurang tau bahasa Indonesianya oray-orayan apa, ular-ularan gitu ya? -__-“) dimana setiap anak-anak yang memerankan tokoh Fluor (Fluorin), Clor (Clorin), Brom (Bromin), Iod (Iodin), dan Asti (Astatin) disusun berurutan sesuai dengan kereaktifan paling tinggi berdiri di depan, menyusul unsure-unsure dengan kereaktifan lebih rendah di belakangnya.

Uniknya, teman-teman yang mengaku kurang ngeuh dengan pelajaran kimia justru terlihat sangat menikmati perannya. Karena, saat itu proses belajar tidak semata terpaku pada kemampuan kognitif yang terkesan menganaktirikan teman-teman yang memiliki potensi dan kecerdasan di aspek lain. Ada teman saya yang sangat suka menari, dan ia pun mampu memaksimalkan potensi yang dimilikinya dengan memunculkan ide tarian anak-anak sebelum bermain pasir (bahkan lagu pengiringnya pun masih terekam jelas dalam ingatan saya, lagu milik penyanyi cilik Eno Lerian DuDiDuDiDam). Ada juga yang kecerdasannya muncul di musical, sibuk memilih musik-musik yang tepat untuk meramaikan drama.

Walaupun begitu kami tetap memahami esensi dari materi kimia yang harus kami sajikan, karena kami sadari selain memahamkan diri sendiri kami juga harus memahamkan isi materi kelompok kami kepada siswa lain. Satu hal yang menyenangkan bahwa kami dapat  memahami dan menyampaikan materi yang terbilang sulit dengan gaya belajar kami sendiri, sesuai kecerdasan yang dimiliki masing-masing. Cukup adil bukan?

***

Selama proses mendalami materi, penyusunan naskah, hingga pagelaran drama itulah yang selalu saya ingat sampai sekarang. Bagi saya drama kimia ini merupakan metode belajar yang paling mengesankan selama belajar di bangku sekolah. Pak Hadyan telah berhasil menstimulus kami untuk mempelajari kimia dengan kemasan yang terbilang aneh saat itu, hingga saya melihat teman-teman saya sangat maksimal memunculkan masing-masing potensi yang dimilikinya. Kami bisa dengan bebas mengeksplorasi kemampuan dan mengembangkan sayap-sayap imajinasi kami untuk dituangkan dalam drama kimia.

Sederhananya saya menyimpulkan bahwa seperti inilah salah satu potret penerapan strategy belajar dengan pendekatan Multiple Intelligence yang tengah marak dibahas di kalangan para pendidik. Dimana guru mampu membangunkan dan menarik keluar semua potensi yang terpendam dalam diri siswa didik dengan tidak memandang sebelah mata kecerdasan siswa lain yang mungkin dalam ukuran penilaia kognitifnya kurang, sehingga siswa merasa dapat memberikan manfaat dan kontribusi dalam setiap pembelajaran yang dilakukan.

Jujur saya masih sangaaattt sedikit pengalamannya di dunia pendidikan, masih harus banyak belajar. Hanya ingin berbagi pengalaman dan semoga apa yang telah didapat dari guru saya ini bisa menjadi inspirasi bagi guru-guru lainnya untuk lebih melejitkan kreativitasnya dalam mendidik siswa.

Terakhir saya ucapkan banyak terimakasih kepada guru-guru kehidupan yang telah sabar mendidik saya hingga saat ini. Semoga Alloh karuniakan balasan atas setiap ilmu yang diberikan dengan limpahan nikmat yang jauh lebih sempurna disisiNYA. Aamiin Yaa Rabb

Syarifatun Nisa NH
Penghujung Pagi, 150812



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PANTAI HALOGENIA (Sekilas tentang Pendekatan Multiple Intelligence Semasa SMA)



Semburat warna mentari menyapa pagi dengan ramah, lembut menelusup celah-celah nyiur hijau yang berderet sepanjang tepian pantai. Pagi ini penduduk sekitar Pantai Halogenia nampak lebih sibuk dari biasanya. Sekumpulan anak-anak nelayan berlari-lari dengan riang, satu sama lain saling berkejaran menuju deburan ombak, menciduk airnya kedalam ember dan cepat-cepat membasahi gundukan pasir kering yang terletak agak jauh di pesisir pantai. Sebagian temannya yang lain tengah sibuk membentuk padatan pasir basah dengan cetakan-cetakan sederhana yang unik, membangun istana impian mereka.

Sementara itu tak jauh dari pantai, di sebuah gubuk sederhana, Nenek Halida terlihat sangat bersemangat memasukkan Kristal-kristal garam hasil panen siang kemarin kedalam bungkus-bungkus plastik kecil. Sesekali ia meneriaki cucu-cucunya Fluor, Clor, Brom dan Iod yang tengah bermain air laut untuk berhati-hati.

Pantai Halogenia yang eksotis semakin ramai dengan kunjungan para wisatawan yang hendak berlibur menikmati panorama indah yang menarik hati …


Pantai Halogenia? Memang ada ya? Dimana, dimana?

Hehe, teman-teman cari di peta mana pun, InsyaAllah saya yakin tidak akan menemukannya :D

Prolog diatas adalah sekilas cuplikan sebuah naskah, dan Pantai Halogenia adalah hasil imajinasi kami semasa belajar di kelas 3 SMA.

***

Berawal dari keresahan seorang guru kimia ketika mendapati nilai ulangan kimia kami  tidak juga menunjukkan kemajuan yang signifikan, padahal kimia termasuk salah satu mata pelajaran yang diikutsertakan dalam Ujian Nasional. Saat itu guru kimia kami sempat menanyakan dan mengevaluasi bersama mengapa hal itu bisa terjadi, dan salah satu penyebabnya adalah kebanyakan dari kami merasa jenuh dengan metode belajar klasik yang kami dapati di hampir semua mata pelajaran. Hingga muncullah ide cemerlang dari beliau yang membuat kami bingung cukup lama (hehe, aslinya sih saya yang bingung :D)

Waktu itu guru kami langsung membagi siswa-siswi yang ada di kelas menjadi beberapa kelompok dan memberi nama kelompok sesuai dengan judul BAB yang harus depelajari. Pikir kami, paling juga kami disuruh buat power point lagi, lalu mempresentasikannya di depan kelas. Tapi ternyata semua prasangka kami salaah besar.

Tak lama dari itu Pak Hadyan (guru kimia) menjelaskan tugas yang harus kami kerjakan yaitu menyajikan materi kimia dengan bermain drama. Sontak kami kaget, kelas tiba-tiba ramai..bagaimana bisa? Ini pelajaran kimia atau kesenian? Kemudian Pak Hadyan segera menenangkan kami dengan menyampaikan beberapa poin yang dapat kami lakukan untuk memulai proses pengerjaan tugas. Prinsipnya sebenarnya sama saja dengan presentasi, sebelum menyajikan kami harus mendalami materi terlebih dahulu, hanya perbedaannya sajian dibuat lebih kreatif melalui drama dan power point yang biasa dibuat berubah menjadi bentuk naskah.

Sebelum menyusun naskah, anggota kelompok yang pintar di pelajaran kimia mau tidak mau harus memahami lebih dulu sebelum membagi ilmu yang ia fahami kepada anggota kelompok lain, kemudian kami berdiskusi untuk menyamakan persepsi agar tidak salah menyampaikan materi dalam drama.

Setelah materi kami fahami, waktunya para penyusun naskah ambil bagian. Bermunculanlah ide kreatif dari semua anggota kelompok tentang drama yang akan dimainkan, mulai dari setting tempat, alur cerita, penokohan, sampai ide2 jenaka sebagai bumbu dalam drama. Kebetulan saat itu kelompok saya kebagian BAB tentang HALOGEN. Karena halogen adalah unsure pembentuk garam dan biasanya pembentukan garam identik terjadi di laut, akhirnya tercetuslah PANTAI HALOGENIA menjadi latar tempat dalam drama kami.

Awalnya cukup kesulitan juga ketika materi kimia yang biasa disampaikan dalam bahasa formal harus diolah kedalam bahasa naskah yang  harus mudah difahami oleh penonton. Tapi alhamdulillaah, mungkin karena baru kali itu kami merasakan belajar kimia dengan enjoy, tanpa dipusingkan dengan rumus2 yang njelimet, lalu mengalirlah inspirasi-inspirasi kami.

Untuk memudahkan dalam menyampaikan materi, kami membuat tokoh2 dalam drama berperan langsung sebagai unsure-unsure halogen dan unsure lain sebagai pereaksi. Agar kesannya tidak menggurui, kami menyampaikan sifat masing-masing unsure dengan candaan anak-anak nelayan yang sedang bermain di pantai. Salah satu contoh ketika menerangkan kereaktifan unsure2 halogen, kami mengemasnya menjadi bentuk permainan oray-orayan (saya kurang tau bahasa Indonesianya oray-orayan apa, ular-ularan gitu ya? -__-“) dimana setiap anak-anak yang memerankan tokoh Fluor (Fluorin), Clor (Clorin), Brom (Bromin), Iod (Iodin), dan Asti (Astatin) disusun berurutan sesuai dengan kereaktifan paling tinggi berdiri di depan, menyusul unsure-unsure dengan kereaktifan lebih rendah di belakangnya.

Uniknya, teman-teman yang mengaku kurang ngeuh dengan pelajaran kimia justru terlihat sangat menikmati perannya. Karena, saat itu proses belajar tidak semata terpaku pada kemampuan kognitif yang terkesan menganaktirikan teman-teman yang memiliki potensi dan kecerdasan di aspek lain. Ada teman saya yang sangat suka menari, dan ia pun mampu memaksimalkan potensi yang dimilikinya dengan memunculkan ide tarian anak-anak sebelum bermain pasir (bahkan lagu pengiringnya pun masih terekam jelas dalam ingatan saya, lagu milik penyanyi cilik Eno Lerian DuDiDuDiDam). Ada juga yang kecerdasannya muncul di musical, sibuk memilih musik-musik yang tepat untuk meramaikan drama.

Walaupun begitu kami tetap memahami esensi dari materi kimia yang harus kami sajikan, karena kami sadari selain memahamkan diri sendiri kami juga harus memahamkan isi materi kelompok kami kepada siswa lain. Satu hal yang menyenangkan bahwa kami dapat  memahami dan menyampaikan materi yang terbilang sulit dengan gaya belajar kami sendiri, sesuai kecerdasan yang dimiliki masing-masing. Cukup adil bukan?

***

Selama proses mendalami materi, penyusunan naskah, hingga pagelaran drama itulah yang selalu saya ingat sampai sekarang. Bagi saya drama kimia ini merupakan metode belajar yang paling mengesankan selama belajar di bangku sekolah. Pak Hadyan telah berhasil menstimulus kami untuk mempelajari kimia dengan kemasan yang terbilang aneh saat itu, hingga saya melihat teman-teman saya sangat maksimal memunculkan masing-masing potensi yang dimilikinya. Kami bisa dengan bebas mengeksplorasi kemampuan dan mengembangkan sayap-sayap imajinasi kami untuk dituangkan dalam drama kimia.

Sederhananya saya menyimpulkan bahwa seperti inilah salah satu potret penerapan strategy belajar dengan pendekatan Multiple Intelligence yang tengah marak dibahas di kalangan para pendidik. Dimana guru mampu membangunkan dan menarik keluar semua potensi yang terpendam dalam diri siswa didik dengan tidak memandang sebelah mata kecerdasan siswa lain yang mungkin dalam ukuran penilaia kognitifnya kurang, sehingga siswa merasa dapat memberikan manfaat dan kontribusi dalam setiap pembelajaran yang dilakukan.

Jujur saya masih sangaaattt sedikit pengalamannya di dunia pendidikan, masih harus banyak belajar. Hanya ingin berbagi pengalaman dan semoga apa yang telah didapat dari guru saya ini bisa menjadi inspirasi bagi guru-guru lainnya untuk lebih melejitkan kreativitasnya dalam mendidik siswa.

Terakhir saya ucapkan banyak terimakasih kepada guru-guru kehidupan yang telah sabar mendidik saya hingga saat ini. Semoga Alloh karuniakan balasan atas setiap ilmu yang diberikan dengan limpahan nikmat yang jauh lebih sempurna disisiNYA. Aamiin Yaa Rabb

Syarifatun Nisa NH
Penghujung Pagi, 150812