Minggu, 09 Januari 2011

1 Sen, berbuah Iman

Suatu hari, seorang Imam Besar Masjid London hendak pergi ke suatu tempat. Untuk menikmati perjalanan, ia memilih menaiki bis yang dirasa nyaman olehnya. Sebelum menempati tempat duduk, ia membayar ongkos terlebih dahulu pada supir bis. Transaksi selesai, ia pun menerima uang kembaliannya dan duduk dengan tenang di kursi paling kanan (kalau disini mah seringnya duduk dulu, baru bayar :D). Sepanjang perjalanan, lisannya tak henti mengucap tasbih melihat pemandangan indah yang ia lewati. Saat sedang asyik menikmati perjalanannya, tiba-tiba ia teringat pada uang kembalian yang masih ada ditangannya. Lalu ia segera mengambil dompetnya, kemudian menghitung kembali uang tersebut sebelum dimasukkan. Namun sebelum sempat dimasukkan, ia terperangah mendapati uang kembaliannya lebih 1 sen. Ia kebingungan, apa yang harus dilakukannya, apakah uang itu harus dikembalikan atau tidak. Di satu sisi, ia menyadari bahwa itu bukan haknya, disisi lain hatinya berbisik “Sudah, itu milikmu..si supir pun tidak akan rugi jika kamu mengambilnya..ambil saja, cuma 1 sen ini ko!”.
Bis semakin mendekati tempat yang ia tuju, sementara sisi2 hatinya masih terus berperang menyuarakan pendapatnya. Akhirnya bis merapat ke depan halte, ia pun beranjak sambil terus meyakinkan hatinya bahwa itu bukan hartanya, sekecil apapun nilai uangnya. Sebelum turun, ia menghampiri supir bis tadi dan mengembalikan uang yang bukan miliknya. Ketika akan turun, tiba2 ia dikagetkan dengan teriakan supir bis..”Tuaaaaan..anda lolos tuan..anda lolos!!!”
Ia heran, ada apa lagi ini? Belum terjawab keheranannya, ia kembali dikejutkan dengan kelakuan supir itu yang tiba2 merangkulnya dengan erat, masih ia dengar suara lirih supir itu “Anda lolos tuan,.. anda lolos.”
Dengan rasa bingung ia pun bertanya.. “Apa yang anda maksud tuan?”
Supir itu pun melepaskan rangkulannya,
“Bukankah anda Imam Besar Masjid London?”
“Benar..”
“Anda lolos tuan...” lirihnya lagi sambil tersenyum, “Sudah lama saya mempelajari Islam dan saya pun tertarik untuk terus mendalaminya. Hingga tadi saat melihat anda menaiki bis saya, saya sangat senang dan tiba2 saja terpikirkan untuk menguji sejauh mana anda mengamalkan apa yang telah anda dakwahkan selama ini. Saya pun menambahkan 1 sen di uang kembalian anda, sepanjang jalan saya memikirkan apa yang akan anda lakukan, sesekali saya khawatir jika anda berbuat yang tidak seharusnya. Memang, 1 sen itu tidaklah terlalu berarti untuk saya, tapi jika anda mengambilnya, sungguh anda telah berdosa. Anda telah mengambil harta saya dan membelokkan saya kembali pada kekafiran. Syukurlah, anda tidak mengecewakan saya..”
“Alhamdulillah…” ucap sang Imam lirih, andai saja si supir tau bahwa hatinya sempat berdebat sebelum memutuskan. Ah, terima kasih Yaa Robb…
“Sekarang…” supir itu melanjutkan perkataannya, “Saya ingin menyempurnakan niat saya untuk masuk Islam, saya akan bersyahadat!!” tegasnya penuh haru.
“AllohuAkbar..” Imam itu pun tersungkur, hati dan lisannya tak henti mengucap takbir dan rasa syukur yang teramat dalam, sungguh hidayah-Nya telah menyinari siapa yang dikehendaki-Nya.

(Catatan sederhana == Terinspirasi dari tausiah ba’da maghrib Ustadz Budi Prayitno)

Silahkan merangkum hikmah… :) maaf kalau ceritanya terlalu didramatisir..hehe :D

1 Sen, berbuah Iman

Suatu hari, seorang Imam Besar Masjid London hendak pergi ke suatu tempat. Untuk menikmati perjalanan, ia memilih menaiki bis yang dirasa nyaman olehnya. Sebelum menempati tempat duduk, ia membayar ongkos terlebih dahulu pada supir bis. Transaksi selesai, ia pun menerima uang kembaliannya dan duduk dengan tenang di kursi paling kanan (kalau disini mah seringnya duduk dulu, baru bayar :D). Sepanjang perjalanan, lisannya tak henti mengucap tasbih melihat pemandangan indah yang ia lewati. Saat sedang asyik menikmati perjalanannya, tiba-tiba ia teringat pada uang kembalian yang masih ada ditangannya. Lalu ia segera mengambil dompetnya, kemudian menghitung kembali uang tersebut sebelum dimasukkan. Namun sebelum sempat dimasukkan, ia terperangah mendapati uang kembaliannya lebih 1 sen. Ia kebingungan, apa yang harus dilakukannya, apakah uang itu harus dikembalikan atau tidak. Di satu sisi, ia menyadari bahwa itu bukan haknya, disisi lain hatinya berbisik “Sudah, itu milikmu..si supir pun tidak akan rugi jika kamu mengambilnya..ambil saja, cuma 1 sen ini ko!”.
Bis semakin mendekati tempat yang ia tuju, sementara sisi2 hatinya masih terus berperang menyuarakan pendapatnya. Akhirnya bis merapat ke depan halte, ia pun beranjak sambil terus meyakinkan hatinya bahwa itu bukan hartanya, sekecil apapun nilai uangnya. Sebelum turun, ia menghampiri supir bis tadi dan mengembalikan uang yang bukan miliknya. Ketika akan turun, tiba2 ia dikagetkan dengan teriakan supir bis..”Tuaaaaan..anda lolos tuan..anda lolos!!!”
Ia heran, ada apa lagi ini? Belum terjawab keheranannya, ia kembali dikejutkan dengan kelakuan supir itu yang tiba2 merangkulnya dengan erat, masih ia dengar suara lirih supir itu “Anda lolos tuan,.. anda lolos.”
Dengan rasa bingung ia pun bertanya.. “Apa yang anda maksud tuan?”
Supir itu pun melepaskan rangkulannya,
“Bukankah anda Imam Besar Masjid London?”
“Benar..”
“Anda lolos tuan...” lirihnya lagi sambil tersenyum, “Sudah lama saya mempelajari Islam dan saya pun tertarik untuk terus mendalaminya. Hingga tadi saat melihat anda menaiki bis saya, saya sangat senang dan tiba2 saja terpikirkan untuk menguji sejauh mana anda mengamalkan apa yang telah anda dakwahkan selama ini. Saya pun menambahkan 1 sen di uang kembalian anda, sepanjang jalan saya memikirkan apa yang akan anda lakukan, sesekali saya khawatir jika anda berbuat yang tidak seharusnya. Memang, 1 sen itu tidaklah terlalu berarti untuk saya, tapi jika anda mengambilnya, sungguh anda telah berdosa. Anda telah mengambil harta saya dan membelokkan saya kembali pada kekafiran. Syukurlah, anda tidak mengecewakan saya..”
“Alhamdulillah…” ucap sang Imam lirih, andai saja si supir tau bahwa hatinya sempat berdebat sebelum memutuskan. Ah, terima kasih Yaa Robb…
“Sekarang…” supir itu melanjutkan perkataannya, “Saya ingin menyempurnakan niat saya untuk masuk Islam, saya akan bersyahadat!!” tegasnya penuh haru.
“AllohuAkbar..” Imam itu pun tersungkur, hati dan lisannya tak henti mengucap takbir dan rasa syukur yang teramat dalam, sungguh hidayah-Nya telah menyinari siapa yang dikehendaki-Nya.

(Catatan sederhana == Terinspirasi dari tausiah ba’da maghrib Ustadz Budi Prayitno)

Silahkan merangkum hikmah… :) maaf kalau ceritanya terlalu didramatisir..hehe :D