Selasa, 17 April 2012

Hikmah# Kejutan Sepanjang Perjalanan

Matahari semakin terik, udara terasa tidak bersahabat, panasnya menjalar hingga ke ubun-ubun. Akhir-akhir ini cuaca sedang tidak stabil. Paginya panas, lalu siangnya tiba-tiba hujan lebat, atau terkadang sebaliknya. Keadaan ini membuat beberapa penumpang angkot Ledeng-Caheum nampak tidak nyaman. Di jok paling ujung seorang ibu terlihat sibuk mengibas-ngibaskan kipas kecilnya sampil mengusap dahi anaknya yang bercucuran keringat, disebelahnya sesosok lelaki berusaha menggeser kaca angkot yang macet. Saya sendiri memilih duduk dekat pintu angkot. Angin yang berhembus kencang lewat pintu yang terbuka, cukup mengurangi rasa gerah yang dirasa.



Alhamdulillaah, selang beberapa menit kemudian angkot merapat di terminal Cicaheum. Saya yang baru turun langsung diserbu oleh beberapa kuli angkut dan kondektur bus yang menawarkan jasa. Dengan cepat saya pun melesat, melewati tempat pembelian tiket yang sesak dan menaiki bus Budiman jurusan Pangandaran. Bus terlihat lengang, penumpang bisa dihitung jari. Satu, dua pedagang asongan yang sejak tadi bertahan di bus mulai putus asa menyodorkan dagangannya. Rasa lelah mendorong saya untuk segera duduk, dan hup... akhirnya saya menepi di jok terdepan belakang supir.



Langit nampak tenang seiring mata saya yang mulai meredup diserang kantuk. Sayup-sayup dari headset masih terdengar suara Ustadz Roni tengah mengisahkan shirah sahabat di MQFM. Budiman perlahan merayap diikuti bertambahnya para penumpang, termasuk dua jok samping kiri saya sekarang terisi. Sepasang suami istri itu melempar senyum santun kepada saya, siapa sangka, dua orang ini akan memberi baanyak sekali kejutan dan hikmah sepanjang perjalanan pulang…apa pasal???



***



Melewati kampus UIN Sunung Djati, tiba-tiba saya dan para penumpang dikejutkan oleh suara tinggi seorang bapak,



“Jadi minantu the sing sopan, ulah sok dulak delek lamun panggih jeung kolot urang the!!!” ujarnya dengan nada menyentak.



Saya yang sedang menikmati kajian shirah di MQ sontak menoleh kearah pemilik suara tersebut. Persis selang satu jok disamping saya terdapat seorang bapak dengan wajah gusar tengah memarah-marahi istrinya, telunjuknya menunjuk kejam kearah sang istri, si istri yang tak terima dengan perlakuan suami dengan sengit melawan sentakannya, begitu seterusnya, suaminya pun terus membentak dan membeberkan semua kekurangan istrinya dengan kencang. Beberapa menit kemudian keluarlah ultimatum dari mulut sang istri.



“Ceuk urang ge naon, lamun teu minat rumah tangga jeung urang, teu kudu kawin baheula the, hanjakal!!!” matanya menyolot.



(sebelumnya saya minta maaf memuat percakapan suami istri tersebut yg terkesan sangat kasar)



Saat itu posisi saya tepat dipojok suami istri tersebut, melihat dengan mata sendiri kronologis kejadiannya. Bingung, sambil terus beristighfar.. maksud hati ingin melerai tapi situasi tidak memungkinkan. Kondektur yang bertubuh kekar saja terlihat kesulitan menenangkan dua sejoli ini, bagaimana lagi saya? Sampai pada akhirnya pertengkaran pun terhenti oleh dering HP sang suami “Yaa Rosulalloh..Yaa Habiiballoh, Muhammad ibn abdillaah….” Syahdu sholawat terlantun, saya hanya bisa terbengong mendengarnya. Heran bukan kepalang... Alhamdulillaah, atas izin Alloh sholawat mampu meredamkan emosi keduanya. Dalam hati saya bergumam, untunglah bapak itu masih teringat Rosululloh.



Waktu yang tepat untuk pindah tempat duduk, dengan hati-hati saya pun segera meminta ijin untuk pindah tempat.



Di tempat duduk yang baru, hati saya terus mendengungkan keheranan, otak saya tak habis pikir atas kejadian tadi. Kok bisa ya suami memarahi istri di depan banyak orang? Kok bisa ya istri berani menyentak dan menyumpahi suami sendiri? Kejadian tadi berlangsung sekitar 20 menit, dan banyak sekali ibrah yang bisa saya petik darinya.



***



Pemicu utama pertengkaran sebenarnya berawal dari salahnya komunikasi, saya yakin maksud suaminya baik yaitu mengingatkan istrinya untuk berlaku sopan kepada mertuanya. Tapi, karena kehendak yang ia inginkan disampaikan dengan buruk, terkesan memojokkan sang istri, jadilah prahara memanjang. Pikir saya (sudut pandang orang yang belum menikah, hehe :D), alangkah baiknya jika dalam situasi ini istri berusaha menenangkan suami dan meredakan emosinya terlebih dahulu lalu kemudian mengajak berbicara dengan baik-baik. Tapi sayang yang terlihat justru sebaliknya, sang suami keukeuh dengan kesalahan istri yang baru ia tahu dari orang lain, sang istri mempertahankan dirinya dengan menujukkan ketidakmauan dikoreksi, terlihat kurang pandai dalam menyampaikan keinginan dengan lancar sehingga muncul salah paham dan memicu kemarahan satu sama lain, imbasnya terbeberlah aib kedua pasangan dan hilangnya rasa hormat istri kepada suami. Islam sendiri dengan indah telah memberi solusi dalam mengatasi masalah tsb, yaitu dengan melakukan tabayun (mencari kebenaran atas informasi yang didapat) terlebih dahulu, agar jelas tanduk permasalahannya. Andai saja sang suami tahu indahnya komunikasi Rosululloh ketika menasihati istrinya yang cemburu. Mari kita simak….



Dari Aisyah rodhiyallohu ‘anha, dia berkata,

“Aku tidak pernah melihat orang yang pandai memasak seperti halnya Shafiyah. Suatu hari dia membuatkan makanan bagi Rasululloh shollallohu ‘alaihi wassalam yang ketika itu beliau di rumahku. Seketika itu badanku gemetar karena rasa cemburu yang menggelegak. Lalu aku memecahkan bejana Shafiyah. Aku pun menjadi menyesal sendiri. Aku berkata ‘Wahai Rosululloh, apa tebusan atas apa yang kulakukan ini?’ Beliau menjawab, ‘Bejana harus diganti dengan bejana yang sama, makanan harus diganti dengan makanan yang sama’” (HR Abu Dawud dan Nasa’i)



Dalam riwayat lain diceritakan dari Anas rhodiyallohu ‘anhu,

“Ada diantara istri Nabi shollallohu ‘alaihi wassalam yang menghadiahkan semangkuk roti dicampur kuah kepada beliau, selagi beliau ada dirumah istri beliau yang lain (Aisyah). Aisyah menepis tangan pembantu yang membawa mangkuk, sehingga mangkuk itu pun jatuh dan pecah Nabi langsung memunguti roti itu dan meletakkan kembali diatas mangkuk, seraya berkata, ‘Makanlah, ibu kalian sedang cemburu.’ Setelah itu beliau menunggu mangkuk pengganti dan memberikan mangkuk yang pecah tadi kepada Aisyah.” (Diriwatkan oleh Bukhori, Tirmidzi, Ahmad, Abu daud dan Nasa’i)



Subhanalloh, tidaklah beliau mengatakan dan memperlakukan istrinya dengan kasar melainkan dengan teladan dan kata-kata yang haq. Tidak cukupkah dua hadits ini menjadi renungan?



Jika ada surga di dunia, maka itu adalah pernikahan yang bahagia. Tetapi jika ada neraka di dunia itulah rumah tangga yang penuh pertengkaran. Semua orang pastilah mengidamkan keluarga sakinah yang dikaruniai Alloh mawaddah dan rohmah. Dalam mencapai ini, maka komunikasi keduanya menjadi bagian yang sangat penting mengingat sebagian besar waktu kita adalah untuk berkomunikasi satu sama lain. Gagal berkomunikasi antara suami, istri maupun anak sangat rentan mengganggu keutuhan keluarga.



Kalau kata guru saya, “Teko hanya mengeluarkan isi teko, jika isinya kopi maka yang keluar pun kopi, jika isinya air bening maka yang keluarnya pun air bening.” Analogi ini mencerminkan bahwa perlakuan khususnya perkataan yang kita keluarkan adalah cermin dari hati kita, bisa jadi ketika suami istri mengucapkan kata-kata kasar satu sama lain berarti juga mencerminkan keadaan hatinya yang jauh dari Alloh. Wallohua’lam..maka, betapa pentingnya bagi kita untuk memohon selalu pertolongan dan bimbingan dari Alloh dalam keadaan ini, karena kita yakini betul bahwa hanya Alloh saja penggenggam hati kita.



Menurut Cahyadi Takariyawan, untuk membangun komunikasi yang baik antar komponen keluarga, hal yang pertama kali harus dimiliki adalah menciptakan visi keluarga yang jelas. Harus ada cita-cita besar yang terang benderang dan menjadi sebuah ikatan moral yang kokoh untuk diwujudkan dalam kehidupan. Mardhotillaah…Inilah visi yang sangat kokoh yang mengikat keluarga menuju muara yang sangat jelas, berlaku baik satu sama lain hingga bersama-sama meraih surga dan merindukan ridho Alloh dalam setiap kehidupannya. Wallohua’lam..



***



Tidak terasa bus sudah menempuh setengah perjalanan menuju Banjar, artinya sudah dua jam pertengkaran suami istri itu mereda. Diam-diam saya lihat pasangan itu sedang berbicara dengan tenang dan duduk berdampingan. Alhamdulillaah, singkatnya saya menebak mereka sudah berdamai..horeeee :D



Saya mulai menikmati perjalanan, gradasi warna senja yang terlukis dilangit terlihat sangat indah. Lamat-lamat terdengar adzan maghrib. Saya pun menyempatkan waktu mustajab antara adzan dan iqomat dengan memperbanyak do’a. Yaa Alloh, karuniakan padaku pendamping yang sholih, yang membersamaiku memikul amanah dariMU, bersama-sama menghidupkan ruh Al-Qur’an dalam keluarga kami kelak, menulis, berbagi, menebar hikmah dan manfaat kepada sesama. Jika suatu saat ada percikan ujian yang menimpa, lapangkan hati kami untuk menghadapinya bersama dan kokohkan ikatan kami dalam keimanan. Aamiin Yaa Robb..



Terima kasih atas kejutan singkat penuh ibrah itu Alloh, perjalanan panjang yang sarat hikmah. Sepertinya kejadian ini menjadi salah satu pengalaman yang tak terlupakan dan InsyaAlloh menjadi bekal bagi kehidupan saya kedepannya. Dengan kejadian ini, mungkin Alloh hendak membina diri saya untuk memikirkan dan melakukan aksi perbaikan diri terus menerus. Ya, semoga saja begitu. Pasangan kita adalah cerminan diri kita juga bukan?!



#Selamat merangkum hikmah sahabat :)



Syarifatun Nisa NH, 130412

Di teduhnya rumah tercinta ^__^

Hikmah# Kejutan Sepanjang Perjalanan

Matahari semakin terik, udara terasa tidak bersahabat, panasnya menjalar hingga ke ubun-ubun. Akhir-akhir ini cuaca sedang tidak stabil. Paginya panas, lalu siangnya tiba-tiba hujan lebat, atau terkadang sebaliknya. Keadaan ini membuat beberapa penumpang angkot Ledeng-Caheum nampak tidak nyaman. Di jok paling ujung seorang ibu terlihat sibuk mengibas-ngibaskan kipas kecilnya sampil mengusap dahi anaknya yang bercucuran keringat, disebelahnya sesosok lelaki berusaha menggeser kaca angkot yang macet. Saya sendiri memilih duduk dekat pintu angkot. Angin yang berhembus kencang lewat pintu yang terbuka, cukup mengurangi rasa gerah yang dirasa.



Alhamdulillaah, selang beberapa menit kemudian angkot merapat di terminal Cicaheum. Saya yang baru turun langsung diserbu oleh beberapa kuli angkut dan kondektur bus yang menawarkan jasa. Dengan cepat saya pun melesat, melewati tempat pembelian tiket yang sesak dan menaiki bus Budiman jurusan Pangandaran. Bus terlihat lengang, penumpang bisa dihitung jari. Satu, dua pedagang asongan yang sejak tadi bertahan di bus mulai putus asa menyodorkan dagangannya. Rasa lelah mendorong saya untuk segera duduk, dan hup... akhirnya saya menepi di jok terdepan belakang supir.



Langit nampak tenang seiring mata saya yang mulai meredup diserang kantuk. Sayup-sayup dari headset masih terdengar suara Ustadz Roni tengah mengisahkan shirah sahabat di MQFM. Budiman perlahan merayap diikuti bertambahnya para penumpang, termasuk dua jok samping kiri saya sekarang terisi. Sepasang suami istri itu melempar senyum santun kepada saya, siapa sangka, dua orang ini akan memberi baanyak sekali kejutan dan hikmah sepanjang perjalanan pulang…apa pasal???



***



Melewati kampus UIN Sunung Djati, tiba-tiba saya dan para penumpang dikejutkan oleh suara tinggi seorang bapak,



“Jadi minantu the sing sopan, ulah sok dulak delek lamun panggih jeung kolot urang the!!!” ujarnya dengan nada menyentak.



Saya yang sedang menikmati kajian shirah di MQ sontak menoleh kearah pemilik suara tersebut. Persis selang satu jok disamping saya terdapat seorang bapak dengan wajah gusar tengah memarah-marahi istrinya, telunjuknya menunjuk kejam kearah sang istri, si istri yang tak terima dengan perlakuan suami dengan sengit melawan sentakannya, begitu seterusnya, suaminya pun terus membentak dan membeberkan semua kekurangan istrinya dengan kencang. Beberapa menit kemudian keluarlah ultimatum dari mulut sang istri.



“Ceuk urang ge naon, lamun teu minat rumah tangga jeung urang, teu kudu kawin baheula the, hanjakal!!!” matanya menyolot.



(sebelumnya saya minta maaf memuat percakapan suami istri tersebut yg terkesan sangat kasar)



Saat itu posisi saya tepat dipojok suami istri tersebut, melihat dengan mata sendiri kronologis kejadiannya. Bingung, sambil terus beristighfar.. maksud hati ingin melerai tapi situasi tidak memungkinkan. Kondektur yang bertubuh kekar saja terlihat kesulitan menenangkan dua sejoli ini, bagaimana lagi saya? Sampai pada akhirnya pertengkaran pun terhenti oleh dering HP sang suami “Yaa Rosulalloh..Yaa Habiiballoh, Muhammad ibn abdillaah….” Syahdu sholawat terlantun, saya hanya bisa terbengong mendengarnya. Heran bukan kepalang... Alhamdulillaah, atas izin Alloh sholawat mampu meredamkan emosi keduanya. Dalam hati saya bergumam, untunglah bapak itu masih teringat Rosululloh.



Waktu yang tepat untuk pindah tempat duduk, dengan hati-hati saya pun segera meminta ijin untuk pindah tempat.



Di tempat duduk yang baru, hati saya terus mendengungkan keheranan, otak saya tak habis pikir atas kejadian tadi. Kok bisa ya suami memarahi istri di depan banyak orang? Kok bisa ya istri berani menyentak dan menyumpahi suami sendiri? Kejadian tadi berlangsung sekitar 20 menit, dan banyak sekali ibrah yang bisa saya petik darinya.



***



Pemicu utama pertengkaran sebenarnya berawal dari salahnya komunikasi, saya yakin maksud suaminya baik yaitu mengingatkan istrinya untuk berlaku sopan kepada mertuanya. Tapi, karena kehendak yang ia inginkan disampaikan dengan buruk, terkesan memojokkan sang istri, jadilah prahara memanjang. Pikir saya (sudut pandang orang yang belum menikah, hehe :D), alangkah baiknya jika dalam situasi ini istri berusaha menenangkan suami dan meredakan emosinya terlebih dahulu lalu kemudian mengajak berbicara dengan baik-baik. Tapi sayang yang terlihat justru sebaliknya, sang suami keukeuh dengan kesalahan istri yang baru ia tahu dari orang lain, sang istri mempertahankan dirinya dengan menujukkan ketidakmauan dikoreksi, terlihat kurang pandai dalam menyampaikan keinginan dengan lancar sehingga muncul salah paham dan memicu kemarahan satu sama lain, imbasnya terbeberlah aib kedua pasangan dan hilangnya rasa hormat istri kepada suami. Islam sendiri dengan indah telah memberi solusi dalam mengatasi masalah tsb, yaitu dengan melakukan tabayun (mencari kebenaran atas informasi yang didapat) terlebih dahulu, agar jelas tanduk permasalahannya. Andai saja sang suami tahu indahnya komunikasi Rosululloh ketika menasihati istrinya yang cemburu. Mari kita simak….



Dari Aisyah rodhiyallohu ‘anha, dia berkata,

“Aku tidak pernah melihat orang yang pandai memasak seperti halnya Shafiyah. Suatu hari dia membuatkan makanan bagi Rasululloh shollallohu ‘alaihi wassalam yang ketika itu beliau di rumahku. Seketika itu badanku gemetar karena rasa cemburu yang menggelegak. Lalu aku memecahkan bejana Shafiyah. Aku pun menjadi menyesal sendiri. Aku berkata ‘Wahai Rosululloh, apa tebusan atas apa yang kulakukan ini?’ Beliau menjawab, ‘Bejana harus diganti dengan bejana yang sama, makanan harus diganti dengan makanan yang sama’” (HR Abu Dawud dan Nasa’i)



Dalam riwayat lain diceritakan dari Anas rhodiyallohu ‘anhu,

“Ada diantara istri Nabi shollallohu ‘alaihi wassalam yang menghadiahkan semangkuk roti dicampur kuah kepada beliau, selagi beliau ada dirumah istri beliau yang lain (Aisyah). Aisyah menepis tangan pembantu yang membawa mangkuk, sehingga mangkuk itu pun jatuh dan pecah Nabi langsung memunguti roti itu dan meletakkan kembali diatas mangkuk, seraya berkata, ‘Makanlah, ibu kalian sedang cemburu.’ Setelah itu beliau menunggu mangkuk pengganti dan memberikan mangkuk yang pecah tadi kepada Aisyah.” (Diriwatkan oleh Bukhori, Tirmidzi, Ahmad, Abu daud dan Nasa’i)



Subhanalloh, tidaklah beliau mengatakan dan memperlakukan istrinya dengan kasar melainkan dengan teladan dan kata-kata yang haq. Tidak cukupkah dua hadits ini menjadi renungan?



Jika ada surga di dunia, maka itu adalah pernikahan yang bahagia. Tetapi jika ada neraka di dunia itulah rumah tangga yang penuh pertengkaran. Semua orang pastilah mengidamkan keluarga sakinah yang dikaruniai Alloh mawaddah dan rohmah. Dalam mencapai ini, maka komunikasi keduanya menjadi bagian yang sangat penting mengingat sebagian besar waktu kita adalah untuk berkomunikasi satu sama lain. Gagal berkomunikasi antara suami, istri maupun anak sangat rentan mengganggu keutuhan keluarga.



Kalau kata guru saya, “Teko hanya mengeluarkan isi teko, jika isinya kopi maka yang keluar pun kopi, jika isinya air bening maka yang keluarnya pun air bening.” Analogi ini mencerminkan bahwa perlakuan khususnya perkataan yang kita keluarkan adalah cermin dari hati kita, bisa jadi ketika suami istri mengucapkan kata-kata kasar satu sama lain berarti juga mencerminkan keadaan hatinya yang jauh dari Alloh. Wallohua’lam..maka, betapa pentingnya bagi kita untuk memohon selalu pertolongan dan bimbingan dari Alloh dalam keadaan ini, karena kita yakini betul bahwa hanya Alloh saja penggenggam hati kita.



Menurut Cahyadi Takariyawan, untuk membangun komunikasi yang baik antar komponen keluarga, hal yang pertama kali harus dimiliki adalah menciptakan visi keluarga yang jelas. Harus ada cita-cita besar yang terang benderang dan menjadi sebuah ikatan moral yang kokoh untuk diwujudkan dalam kehidupan. Mardhotillaah…Inilah visi yang sangat kokoh yang mengikat keluarga menuju muara yang sangat jelas, berlaku baik satu sama lain hingga bersama-sama meraih surga dan merindukan ridho Alloh dalam setiap kehidupannya. Wallohua’lam..



***



Tidak terasa bus sudah menempuh setengah perjalanan menuju Banjar, artinya sudah dua jam pertengkaran suami istri itu mereda. Diam-diam saya lihat pasangan itu sedang berbicara dengan tenang dan duduk berdampingan. Alhamdulillaah, singkatnya saya menebak mereka sudah berdamai..horeeee :D



Saya mulai menikmati perjalanan, gradasi warna senja yang terlukis dilangit terlihat sangat indah. Lamat-lamat terdengar adzan maghrib. Saya pun menyempatkan waktu mustajab antara adzan dan iqomat dengan memperbanyak do’a. Yaa Alloh, karuniakan padaku pendamping yang sholih, yang membersamaiku memikul amanah dariMU, bersama-sama menghidupkan ruh Al-Qur’an dalam keluarga kami kelak, menulis, berbagi, menebar hikmah dan manfaat kepada sesama. Jika suatu saat ada percikan ujian yang menimpa, lapangkan hati kami untuk menghadapinya bersama dan kokohkan ikatan kami dalam keimanan. Aamiin Yaa Robb..



Terima kasih atas kejutan singkat penuh ibrah itu Alloh, perjalanan panjang yang sarat hikmah. Sepertinya kejadian ini menjadi salah satu pengalaman yang tak terlupakan dan InsyaAlloh menjadi bekal bagi kehidupan saya kedepannya. Dengan kejadian ini, mungkin Alloh hendak membina diri saya untuk memikirkan dan melakukan aksi perbaikan diri terus menerus. Ya, semoga saja begitu. Pasangan kita adalah cerminan diri kita juga bukan?!



#Selamat merangkum hikmah sahabat :)



Syarifatun Nisa NH, 130412

Di teduhnya rumah tercinta ^__^